Basel III merupakan pilar pokok reformasi sektor keuangan
global. Krisis global memberikan pelajaran bahwa rejim pengaturan permodalan
bank Basel II dipandang masih memiliki beberapa kelemahan utama yaitu:
a. Bersifat prosiklikal (procyclicality) dimana
permodalan bank cenderung untuk mengikuti siklus perekonomian. Modal dan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (provisioning) cenderung untuk
relatif rendah pada saat ekonomi stabil. Sebaliknya, keduanya diwajibkan (by
regulation) untuk meningkat pada saat kondisi perekonomian memburuk;
b. Akibat dari butir a), intermediasi menjadi
sangat terhambat pada saat krisis. Sebaliknya kredit dapat tumbuh secara
berlebihan pada saat perekonomian tumbuh tinggi;
c. Beberapa ruang lingkup aplikasi masih
komponen risiko tidak termasuk dalam pengaturan Basel II, antara lain modal
untuk memitigasi counterparty credit risk dan likuditas.
d. Due diligence sangat tergantung pada
external credit rating agency. Diketahui bahwa credit rating agency memiliki
konflik kepentingan.
Terkait dengan hal tersebut, para pemimpin G-20 segera melakukan
beberapa tindakan. Sesuai komunike Leaders Meeting G-20 di Washington (WAP),
BCBS ditugaskan untuk melakukan penyempurnaan rejim pengaturan permodalan,
memitigasi procyclicality, serta memperkuat standar pengaturan
likuiditas secara global. Agenda ini sering disebut sebagai Basel III.
Garis besar agenda Basel III adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan kualitas tier 1 capital salah
satunya melalui persyaratan predominant common equity pada tier 1 capital,
simplifikasi tier 2 capital serta penghapusan modal tier 3 dan modal inovatif
tier 1;
2. Mitigasi procyclicality melalui usulan countercyclical
capital framework meliputi usulan penerapan forward looking provisioning,
persyaratan capital conservation buffer dan countercyclical capital
buffer;
3. Penerapan leverage ratio sebagai ukuran untuk
membatasi pembentukan leverage di sektor perbankan;
4. Peningkatan persyaratan permodalan untuk
eksposure counterparty credit risk (CCR);
5. Penerapan global liquidity standards yang
akan mensyaratkan penerapan dua rasio likuditas standard yaitu liquidity
coverage ratio (untuk melihat stabilitas likuditas jangka pendek) dan net
stable funding ratio (untuk melihat stabilitas likuiditas jangka panjang) serta
usulan penerapan empat liquidity monitoring tools; serta
6. Revisi framework Basel II untuk pilar 1, 2
dan 3 yang terutama terkait dengan perlakuan dan persyaratan modal dan bobot
risiko yang lebih tinggi untuk transaksi trading book, derivative dan
sekuritisasi.
Kesepakatan yang telah dicapai dalam
peningkatan kualitas permodalan dan likuiditas lembaga keuangan secara global
adalah sebagai berikut:
a. Menyepakati penyempurnaan kriteria kualitas persyaratan modal
dengan diperkenalkannya pre-dominant common equity modal tier 1.
b. Menyepakati ditingkatkannya minimum common
equity dari 2% menjadi 4.5% serta minimum level tier 1 dari 4% menjadi 6%.
c. Menyepakati penerapan conservation buffer (2.5%) dan
countercyclical capital buffer (0-2.5%).Countercyclical capital buffer diterapkan
jika terjadi pertumbuhan kredit yang berlebihan.
d. Menyepakati penyempurnaan risk coverage yaitu dengan
memperketat persyaratan modal untuk eksposurtrading book, sekuritisasi,
off-balance sheet vehicles dan counterparty credit risk
e. Menyepakati penerapan leverage ratio sebesar 3% sebagai non-risk
based “backstop” untuk membatasi pembentukan leverage di sektor
perbankan. Leverage ratio dapat bermigrasi ke Pilar 1 berdasarkan jika hasil
kalibrasi dan review menyimpulkan hal tersebut;
f. Menyepakati penerapan standar likuiditas internasional yaitu Liquidity
Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta
penerapan tools untuk memantau risiko likuiditas;
g. Kerangka permodalan Basel III dan kerangka
likuiditas akan mulai diterapkan pada Januari 2013 secara bertahap hingga
implementasi penuh pada Januari 2019.
h. BCBS telah menyempurnakan kerangka Pilar 2
– Supervisory Review Process yang meliputi firm-wide governance, manajemen
risiko konsentrasi, eksposur sekuritisasi, stress testing, praktek valuasi dan
eksposur off-balance sheet. Selain itu telah pula diterbitkan berbagai panduan
seperti panduan sound compensation practices, corporate governance dan
supervisory colleges. Anggota BCBS termasuk Indonesia diharapkan dapat
secepatnya mengadopsi perubahan ini.
i. BCBS telah menyempurnakan panduan Pilar 3
meliputi disclosure eksposur sekuritisasi, sponsorship dari off-balance sheet
vehicles.
j. BCBS telah memfinalisasi panduan disclosure
mengenai risiko dan praktek kompensasi, serta ke depan akan menyempurnakan
panduan disclosure untuk kerangka permodalan dan likuiditas Basel III.
sumber : http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=925:basel-iii&catid=120:booklet-perbankan-indonesia&Itemid=179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar