Text widget

"..Selamat Datang diBlog saya.."

Sabtu, 06 Oktober 2012

Basel III


Basel III merupakan pilar pokok reformasi sektor keuangan global. Krisis global memberikan pelajaran bahwa rejim pengaturan permodalan bank Basel II dipandang masih memiliki beberapa kelemahan utama yaitu:

a. Bersifat prosiklikal (procyclicality) dimana permodalan bank cenderung untuk mengikuti siklus perekonomian. Modal dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (provisioning) cenderung untuk relatif rendah pada saat ekonomi stabil. Sebaliknya, keduanya diwajibkan (by regulation) untuk meningkat pada saat kondisi perekonomian memburuk;
b. Akibat dari butir a), intermediasi menjadi sangat terhambat pada saat krisis. Sebaliknya kredit dapat tumbuh secara berlebihan pada saat perekonomian tumbuh tinggi;
c. Beberapa ruang lingkup aplikasi masih komponen risiko tidak termasuk dalam pengaturan Basel II, antara lain modal untuk memitigasi counterparty credit risk dan likuditas.
d. Due diligence sangat tergantung pada external credit rating agency. Diketahui bahwa credit rating agency memiliki konflik kepentingan.
Terkait dengan hal tersebut, para pemimpin G-20 segera melakukan beberapa tindakan. Sesuai komunike Leaders Meeting G-20 di Washington (WAP), BCBS ditugaskan untuk melakukan penyempurnaan rejim pengaturan permodalan, memitigasi procyclicality, serta memperkuat standar pengaturan likuiditas secara global. Agenda ini sering disebut sebagai Basel III.
Garis besar agenda Basel III adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas tier 1 capital salah satunya melalui persyaratan predominant common equity pada tier 1 capital, simplifikasi tier 2 capital serta penghapusan modal tier 3 dan modal inovatif tier 1;
2. Mitigasi procyclicality melalui usulan countercyclical capital framework meliputi usulan penerapan forward looking provisioning, persyaratan capital conservation buffer dan countercyclical capital buffer;
3. Penerapan leverage ratio sebagai ukuran untuk membatasi pembentukan leverage di sektor perbankan;
4. Peningkatan persyaratan permodalan untuk eksposure counterparty credit risk (CCR);
5. Penerapan global liquidity standards yang akan mensyaratkan penerapan dua rasio likuditas standard yaitu liquidity coverage ratio (untuk melihat stabilitas likuditas jangka pendek) dan net stable funding ratio (untuk melihat stabilitas likuiditas jangka panjang) serta usulan penerapan empat liquidity monitoring tools; serta
6. Revisi framework Basel II untuk pilar 1, 2 dan 3 yang terutama terkait dengan perlakuan dan persyaratan modal dan bobot risiko yang lebih tinggi untuk transaksi trading book, derivative dan sekuritisasi.
Kesepakatan yang telah dicapai dalam peningkatan kualitas permodalan dan likuiditas lembaga keuangan secara global adalah sebagai berikut:
a. Menyepakati penyempurnaan kriteria kualitas persyaratan modal dengan diperkenalkannya pre-dominant common equity modal tier 1.
b. Menyepakati ditingkatkannya minimum common equity dari 2% menjadi 4.5% serta minimum level tier 1 dari 4% menjadi 6%.
c. Menyepakati penerapan conservation buffer (2.5%) dan countercyclical capital buffer (0-2.5%).Countercyclical capital buffer diterapkan jika terjadi pertumbuhan kredit yang berlebihan.

d. Menyepakati penyempurnaan risk coverage yaitu dengan memperketat persyaratan modal untuk eksposurtrading book, sekuritisasi, off-balance sheet vehicles dan counterparty credit risk

e. Menyepakati penerapan leverage ratio sebesar 3% sebagai non-risk based “backstop” untuk membatasi pembentukan leverage di sektor perbankan. Leverage ratio dapat bermigrasi ke Pilar 1 berdasarkan jika hasil kalibrasi dan review menyimpulkan hal tersebut;

f. Menyepakati penerapan standar likuiditas internasional yaitu Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta penerapan tools untuk memantau risiko likuiditas;
g. Kerangka permodalan Basel III dan kerangka likuiditas akan mulai diterapkan pada Januari 2013 secara bertahap hingga implementasi penuh pada Januari 2019.
h. BCBS telah menyempurnakan kerangka Pilar 2 – Supervisory Review Process yang meliputi firm-wide governance, manajemen risiko konsentrasi, eksposur sekuritisasi, stress testing, praktek valuasi dan eksposur off-balance sheet. Selain itu telah pula diterbitkan berbagai panduan seperti panduan sound compensation practices, corporate governance dan supervisory colleges. Anggota BCBS termasuk Indonesia diharapkan dapat secepatnya mengadopsi perubahan ini.
i. BCBS telah menyempurnakan panduan Pilar 3 meliputi disclosure eksposur sekuritisasi, sponsorship dari off-balance sheet vehicles.
j. BCBS telah memfinalisasi panduan disclosure mengenai risiko dan praktek kompensasi, serta ke depan akan menyempurnakan panduan disclosure untuk kerangka permodalan dan likuiditas Basel III.
 sumber : http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=925:basel-iii&catid=120:booklet-perbankan-indonesia&Itemid=179

Sarbanes - Oxley


            Sarbanes-Oxley (Sarbanes-Oxley Act of 2002, Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002) atau kadang disingkat SOx atau Sarbox adalah hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002 sebagai tanggapan terhadap sejumlah skandal akuntansi perusahaan besar yang termasuk di antaranya melibatkan Enron, Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems dan WorldCom. Skandal-skandal yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham nasional. Akta yang diberi nama berdasarkan dua sponsornya, Senator Paul Sarbanes (D-MD) and Representatif Michael G. Oxley (R-OH), ini disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.
            Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagi perusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 judul atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntut Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini.
            Perdebatan mengenai untung rugi penerapan Sarbox masih terus terjadi. Para pendukungnya merasa bahwa aturan ini diperlukan dan memegang peranan penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pasar modal nasional dengan antara lain memperkuat pengawasan akuntansi perusahaan. Sementara para penentangnya berkilah bahwa Sarbox tidak diperlukan dan campur tangan pemerintah dalam manajemen perusahaan menempatkan perusahaan-perusahaan AS pada kerugian kompetitif terhadap perusahaan asing.
            Sarbox menetapkan suatu lembaga semi pemerintah, Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), yang bertugas mengawasi, mengatur, memeriksa, dan mendisiplinkan kantor-kantor akuntan dalam peranan mereka sebagai auditor perusahaan publik. Sarbox juga mengatur masalah-masalah seperti kebebasan auditor, tata kelola perusahaan, penilaian pengendalian internal, serta pengungkapan laporan keuangan yang lebih dikembangkan.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sarbanes-Oxley